Blog

calendar

Tukeran link



Copy kode di bawah masukan di blog anda, saya akan segera linkback kembali


Small text message

Sejarah Pencak Silat

Senin, 17 November 2008 - - 1 Comments

Silat diperkirakan menyebar di kepulauan nusantara semenjak abad ke-7 masehi, akan tetapi asal mulanya belum dapat dipastikan. Meskipun demikian, silat saat ini telah diakui sebagai budaya suku Melayu dalam pengertian yang luas,[1] yaitu para penduduk daerah pesisir pulau Sumatera dan Semenanjung Malaka, serta berbagai kelompok etnik lainnya yang menggunakan lingua franca bahasa Melayu di berbagai daerah di pulau-pulau Jawa, Bali, Kalimantan, Sulawesi, dan lain-lainnya juga mengembangkan sebentuk silat tradisional mereka sendiri. Sheikh Shamsuddin (2005)[2] berpendapat bahwa terdapat pengaruh ilmu beladiri dari Cina dan India dalam silat. Bahkan sesungguhnya tidak hanya itu. Hal ini dapat dimaklumi karena memang kebudayaan Melayu (termasuk Pencak Silat) adalah kebudayaan yang terbuka yang mana sejak awal kebudayaan Melayu telah beradaptasi dengan berbagai kebudayaan yang dibawa oleh pedagang maupun perantau dari India, Cina, Arab, Turki, dan lainnya. Kebudayaan-kebudayaan itu kemudian berasimilasi dan beradaptasi dengan kebudayaan penduduk asli. Maka kiranya historis pencak silat itu lahir bersamaan dengan munculnya kebudayaan Melayu.


Dalam historisasi pencak silat dapat disimpulkan bahwa terdapat dua kategori akar aliran pencak silat, yaitu:

1. Aliran bangsawan
2. Aliran rakyat


Aliran bangsawan, adalah aliran pencak silat yang dikembangkan oleh kaum bangsawan (kerajaan). Ada kalanya pencak silat ini merupakan alat pertahanan dari suatu negara (kerajaan). Sifat dari pencak silat yang dikembangkan oleh kaum bangsawan umumnya tertutup dan mempertahankan kemurniannya. Aliran rakyat, adalah aliran pencak silat yang dikembangkan oleh kaum selain bangsawan. Aliran ini dibawa oleh para pedagang, ulama, dan kelas masyarakat lainnya. Sifat dari aliran ini umumnya terbuka dan beradaptasi. Bagi setiap suku di Melayu, pencak silat adalah bagian dari sistem pertahanan yang dimiliki oleh setiap suku/kaum. Pada jaman Melayu purba, pencak silat dijadikan sebagai alat pertahanan bagi kaum/suku tertentu untuk menghadapi bahaya dari serangan binatang buas maupun dari serangan suku lainnya. Lalu seiring dengan perjalanan masa pencak silat menjadi bagian dari adat istiadat yang wajib dipelajari oleh setiap anak laki-laki dari suatu suku/kaum. Hal ini mendorong setiap suku dan kaum untuk memiliki dan mengembangkan silat daerah masing-masing. Sehingga setiap daerah di Melayu umumnya memiliki tokoh persilatan yang dibanggakan. Sebagai contoh, bangsa Melayu terutama di Semenanjung Malaka meyakini legenda bahwa Hang Tuah dari abad ke-14 adalah pendekar silat yang terhebat.[3] Hal seperti itu juga yang terjadi di Jawa, yang membanggakan Gajah Mada. Adapun sesungguhnya kedua tokoh ini benar-benar ada dan bukan legenda semata, dan keduanya hidup pada masa yang sama.

Perkembangan dan penyebaran Silat secara historis mulai tercatat ketika penyebarannya banyak dipengaruhi oleh kaum Ulama, seiiring dengan penyebaran agama Islam pada abad ke-14 di Nusantara. Catatan historis ini dinilai otentik dalam sejarah perkembangan pencak silat yang pengaruhnya masih dapat kita lihat hingga saat ini. Kala itu pencak silat telah diajarkan bersama-sama dengan pelajaran agama di surau-surau. Silat lalu berkembang dari sekedar ilmu beladiri dan seni tari rakyat, menjadi bagian dari pendidikan bela negara untuk menghadapi penjajah. Disamping itu juga pencak silat menjadi bagian dari latihan spiritual
Selengkapnya...

Perguruan Jujitsu era-70 sampai sekarang

- - 1 Comments


Pada era 1970an, beberapa orang pemuda Indonesia yang dulu berlatih di luar negeri dan kembali ke Indonesia turut meramaikan khasanah kekayaan seni beladiri Jujutsu di Indonesia, antara lain adalah Bp. C.A. Taman yang kemudian mendirikan perguruan Wadokai pada tahun 1972 dan turut membidani kelahiran perguruan Goshinbudo Jujutsu Indonesia (GBI) pada tahun 1997. Bp. Taman adalah satu-satunya putra bangsa Indonesia yang sempat berlatih langsung dengan grandmaster Hironori Otsuka, sang pewaris ke 4 dari aliran Shindo Yoshin-ryu Jujutsu dan pendiri aliran Wado-ryu Karate. Bp. Ben Haryo, yang sekarang menjadi instruktur kepala (wakil guru besar) untuk GBI, adalah murid langsung beliau. Selain Bp. Ben Haryo, orang lain yang berjasa kepada perkembangan GBI adalah Bp. Saleh Jusuf, seorang ahli beladiri yang lama tinggal di Negeri Belanda, dan semasa tinggal disana sempat mempelajari Judo dari Mr. Willem Ruska (juara Olympiade), Jujutsu dari Mr. John Phillips dan Sambo (gulat Rusia) dari Mr. Chris Doelman.

GBI di Indonesia dikenal sebagai organisasi "kosmopolitan" karena sering menerima murid dari kalangan orang asing, dan berafiliasi dengan banyak guru besar Jujutsu yang berada di luar negeri. Nama-nama seperti Prof. George Kirby (American Jujutsu Association, USA), Prof. Harold Brosious (Ketsugo Jujutsu USA) dan Col. Roy Hobbs (Sekai Dentokan Renmei) masih tercatat sebagai anggota dewan penasehat GBI. Aliran Dentokan Aiki Jujutsu yang diajarkan oleh Col. Roy Hobbs, disebarkan di Indonesia oleh Bp. Ben Haryo, dan diajarkan sebagai salah satu aliran Jujutsu yang berada dalam ruang lingkup GBI Club.

Selain nama-nama diatas, tidak dapat dilupakan keberadaan perguruan PORBIKAWA (Persatuan Seni Beladiri Ishikawa) yang didirikan oleh murid-murid langsung dari Master Ishikawa, yaitu Bp. Tan Sing Chay (Sutikno) dan Bp. Tan Thiam Sioe (Sutrisno). Perguruan ini sampai sekarang masih eksis, dan berpusat di Surabaya. Silahkan mendatangi website resmi perguruan PORBIKAWA http://www.geocities.com/porbikawa/sejarah.htm untuk memahami lebih jauh tentang ilmu sejati yang diajarkan oleh Master Ishikawa kepada bangsa Indonesia.

Perguruan Jujutsu lainnya yang masih eksis di Indonesia adalah Take Sogo Budo yang dipimpin Hero Pranoto, dan KYURAI yang dipimpin oleh Dharmawan.

Selain itu tidak boleh dilupakan bahwa aliran Kushin-ryu Jujutsu yang diajarkan oleh Mahaguru Matsuzaki Horyu juga diajarkan sebagai bagian dari silabus perguruan Kushin-ryu M Karatedo Indonesia, oleh murid-murid beliau yang berkebangsaan Indonesia, yaitu Bp. Buchori dan Bp. Hambali.

Dari tinjauan diatas dapat kita lihat bahwa di Indonesia ada cukup banyak perguruan seni beladiri Jujutsu dengan berbagai alirannya.

Seni beladiri Jujutsu di Indonesia belum mencapai kemajuan yang pesat dan mencapai popularitas seperti dialami oleh beladiri lainnya, karena di Indonesia belum ada wadah yang dapat menjadi ajang silaturahmi dan kerjasama semua perguruan Jujutsu yang ada, tidak seperti Pencak Silat yang dapat bersatu lewat IPSI nya dan Karatedo yang dapat bersatu lewat FORKI. Jika perguruan-perguruan Jujutsu yang berbeda-beda aliran di Indonesia dapat mencapai kata sepakat untuk membentuk suatu wadah persatuan dan kerjasama, dimana semua perguruan bisa duduk sebagai mitra yang sejajar dan saling menghormati, maka perkembangan beladiri Jujutsu di Indonesia tentu tidak akan kalah kemajuannya dengan olahraga beladiri Jepang lainnya.

Salah satu perguruan Jujutsu di Indonesia yang cukup sukses dan berhasil memiliki anggota dalam jumlah besar adalah dari aliran Kyushin Ryu. Jiu-Jitsu aliran "Kyushin Ryu" yang kabarnya masuk ke Indonesia pada masa pergolakan Perang Dunia II (1942) di bawa oleh seorang tentara Jepang yang bernama Ishikawa. Karena itu Jiu-jitsu Indonesia (skrg. IJI-Institut Jiu-Jitsu Indonesia) dikenal dengan aliran I Kyushin Ryu.

Ishikawa kemudian mewariskan ilmunya kepada R. Sutopo (seorang ahli Silat dari BANTAR ANGIN Ponorogo) yang kemudian diturunkan kepada kelima muridnya yaitu Drs. Firman Sitompul(Dan X),Prof. Irjen(Pol)Drs. DPM Sitompul, SH, MH(Dan X), Drs. Heru Nurcahyo (Dan VIII), Drs. Bambang Supriyanto (Dan VI), dan Drs. Heru Winoto (Dan V). Kelima murid inilah yang menjadi cikal bakal tumbuh dan berkembangnya Jiu-Jitsu aliran IJI di Indonesia. Salah satu penerusnya adalah Drg. Poul DH Sitompul, M.M (Dan IV) yang langsung belajar dari kedua pamannya (Drs. Firman Sitompul, Dan X dan Prof. Irjen. Drs DPM Sitompul, SH., MH., Dan X)Perguruan IJI hanya mengajarkan aliran Ju-Jitsu hasil karya Raden Sutopo dan tidak mengajarkan aliran Ju-Jitsu lainnya'''' ''''. Sedangkan ilmu warisan dari Master Ishikawa yang sesuai bentuk aslinya diajarkan di perguruan PORBIKAWA yang sekarang masih eksis di Surabaya. http://www.geocities.com/porbikawa/sejarah.htm

Untuk mengembangkan Jiu-Jitsu hasil karya Bp. Sutopo ini ke seluruh Indonesia maka kemudian pusat pengembangan Ju-Jitsu dipindahkan ke Jakarta. Di sinilah dibentuk suatu organisasi resmi dan berbadan hukum yang bernama " Institut Jiu-Jitsu Indonesia " disingkat " IJI ", tepatnya tanggal 8 Desember 1981.

Pada tahun itu juga saat diadakan demonstrasi bela diri Jiu-Jitsu aliran IJI di Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK) Jakarta, Jiu-Jitsu Indonesia aliran IJI berhasil mendapatkan surat penghargaan dari staf Kedutaan Besar Jepang, Mr. Keiji Iwasaki & Mr. Yuji Hamada.

Hingga saat ini Jiu-Jitsu aliran IJI telah masuk di POLRI dan juga di berbagai kesatuan militer seperti KOPASSUS, KOSTRAD, PASPAMPRES, MARINIR dll. Jiu-Jitsu juga dikembangkan di sekolah-sekolah, instansi-instansi pemerintah maupun swasta dan juga di perguruan tinggi.

Menurut para praktisi Jiu-Jitsu aliran IJI ini, Secarah harfiah kata Jiu atau Ju didalam IJI berarti lentur atau fleksibel dan kata Jitsu atau Jutsu berarti teknik atau cara/metode. Maka Ju-Jitsu berarti bela diri yang fleksibel. Jiu-Jitsu IJI karena merupakan kombinasi bermacam-macam teknik dari berbagai sumber, maka ajarannya pun beragam; ada teknik keras ada juga teknik lembut/halus, ada teknik menyerang ada teknik bertahan, ada teknik menggunakan kekuatan fisik ada pula dengan tenaga dalam dan pernafasan, serta banyak teknik tangan kosong dan teknik menggunakan senjata. Apalagi para anggota IJI jika sudah mencapai sabuk hitam maka dianjurkan untuk meriset/mengembangkan sendiri teknik-teknik dasar IJI, termasuk juga dapat mengambil teknik dari beladiri lain, sehingga memperkaya perbendaharaan teknik di IJI.

Intinya Jiu-Jitsu versi IJI menghalalkan segala cara agar dapat menguasai lawan. Sehingga dapat dikatakan bahwa Jiu-Jitsu versi IJI adalah teknik bertarung bebas, jadi bukanlah sport. Akan tetapi dalam masa modern ini Jiu-Jitsu IJI juga mulai marak menggiatkan Sport Jiu-Jitsu sehingga muncul banyak sekali even-even pertandingan Ju-Jitsu IJI yang berskala Nasional. Oleh karena itu, IJI adalah pelopor pertandingan Sport Ju-Jitsu di Indonesia, yaitu pertandingan internal IJI sendiri (tidak diikuti oleh perguruan lain) dengan peraturan yang hanya berlaku untuk anggota IJI.

Adalah lazim bagi perguruan-perguruan Jujutsu yang independen untuk membuat peraturan pertandingan sendiri, karena belum ada badan dunia yang secara aklamasi dipilih oleh semua perguruan Jujutsu untuk mensyahkan peraturan yang disepakati bersama. Bahkan di negara-negara besar di dunia Internasional juga belum dikenal ada standar yang baku untuk Sport Jujutsu, misalnya di Amerika antara lain menggunakan standar American Jujutsu Association [www.americanjujitsuassociation.org] sedangkan di Eropa antara lain menggunakan standard European Budo Council

Selengkapnya...

Perguruan Jujitsu di Indonesia

- - 0 Comments



Ada banyak organisasi Jiu-Jitsu (Jujutsu) di Indonesia, dimana yang tertua adalah Jiujitsu Club Indonesia (JCI) yang didirikan oleh alm. Bp. Ferry Soneville pada tahun 1950. Bp. Soneville juga dibantu oleh Bp. M.A. Affendi dan beberapa ahli beladiri lainnya saat merintis perguruan beliau. Perguruan ini sampai sekarang (2007) masih aktif dibawah pimpinan Bp. Prayitno, seorang pebeladiri senior yang sempat tinggal lama di Australia dan belajar dibawah bimbingan Mr. Jan de Jong, seorang murid langsung dari grandmaster Minoru Mochizuki.

Sebelum kemerdekaan Indonesia, yaitu pada masa penjajahan Belanda, tepatnya tahun 1920an, di Jawa Tengah ada tercatat perguruan Tsutsumi Hozan-ryu Jujutsu yang diasuh oleh keluarga Saito (Mr. Jan de Jong tercatat sebagai anggota perguruan ini), dan perguruan Jujutsu jalan Kranggan Surabaya yang diasuh oleh Mr. Isuki Watanabe. Namun kedua perguruan ini tidak aktif lagi semenjak perang dunia ke II, walaupun masih ada murid-murid perguruan tersebut yang tetap setia mengajarkan Jujutsu diluar Indonesia.

Selepas perang dunia ke II, beberapa tokoh Judo yang juga menguasai Jujutsu mengajarkan beladiri Jujutsu sebagai bagian dari teknik self-defense yang diajarkan kepada murid-murid Judo. Diantara guru-guru tersebut adalah Mr. Seichi Makino dan Mr. Dick Schilder, keduanya mengajarkan Jujutsu di Pulau Jawa.

Selengkapnya...